Senin, 27 Februari 2012

Makna bahasa dan dialek Melayu bagi bahasa Indonesia



  • Sejarah Bahasa Indonesia diambil Dari Bahasa Melayu
Umumnya orang mengetahui bahwa bahasa lndonesia yang sekarang berasal dari bahasa Melayu. Istilah bahasa Melayu sendiri mengacu pada bahasa Melayu Riau, yaitu bahasa Melayu yang diajarkan di Sekolah-sekolah sebelum Perang Dunia II berkecamuk. Dasar bahasa Indonesia ialah bahasa Melayu yang disesuaikan dengan pertumbuhannya dalam masyarakat Indonesia. Adapun bahasa yang ikut andil dalam perluasan bahasa Melayu yaitu bahasa Arab yang dibawa oleh para pedagang Arab yang beragama Islam, karena orang muslim mendapat kedudukan yang istimewa dihadapan orang Melayu dan dalam perluasan bahasa yang sangat berperan dalam mencapai puncaknya adalah kerajaan Sriwijaya. Dalam beberapa periode kerajaan Riau-Lingga juga mempunyai andil yang besar dari sejarah bahasa Melayu dijadikan bahasa Indonesia. Bahasa Melayu adalah lingua franca (Bahasa Perdagangan) di seluruh kepulauan Nusantara, dipakai dalam pergaulan oleh semua orang dari berbagai bangsa. Kebanyakan orang pribumi, terutama orang Jawa, tidak merasa sulit mempelajari bahasa itu dan hampir semua priyayi di Jawa mengerti dan juga menulisnya.
Pada tanggal 28 Oktober 1928 para pemuda tidak lagi menahan gejolak ingin memiliki bahasa persatuan maka lahirlah “Sumpah Pemuda” sebagai ikrar para pemuda yang menyangkut kebahasaan. Dalam merumuskan bahasa para pemuda melakukan kongres yang diberi nama kongres I disolo yang bertujuan untuk menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan, Pada tahun 1945, bahasa Indonesia dijadikan sebagai Bahasa Nasional sebagai bahasa persatuan dan disahkannya bahasa Indonesia sebagai bahasa Negara pada tanggal 18 Agustus 1945. Jalan sejarah yang demikian telah menjelaskan kepada kita bagaimana arti bahasa melayu yang telah dibina di Riau dalam perjalanan kebahasaan di Indonesia. Maka dalam pengucapan bahasa Indonsia tidak salah rasanya jika dialek melayu Riau itu diperhatikan.

  • Arti dialek Melayu Kepulauan terhadap Bahasa Indonesia
Orang Melayu secara antropologis akan mudah dikesan sebagai manusia peraiaran. Mereka kurang menyukai daerah pegunungan. Keadaan ini dengan sendirinya memberi warna kepada budaya mereka. Sekat-sekat  Perbedaan geografis juga telah membuat beragam dialek. Ada enam ragam dialek di Riau yaitu:
1.      Dialek Melayu masyarakat terasing
2.      Dialek Melayu petalangan
3.      Dialek Melayu Pasir Pengaraian
4.      Dialek Melayu Kampar
5.      Dialek Melayu Rantau Kuantan
6.      Dialek Melayu Kepulauan
 Dari enam macam dialek yang terdorong besar maka lima diantaranya digolongkan sebagai dialek rendah karena dialek ini hampir sepenuhnya bersifat lisan sehingga sulit sekali membuat pembekuan dan pembinaan tata bahasanya. Sementara itu dari para pemakainya sedikit sekali para pengarang yang mampu membina dialek ini kedalam karya tulis. Berbeda dengan dialek melayu Riau-lingga yang terpelihara karena adanya para pengarang yang amat produktif menulis berbagai karya tulis. Dalam perjalanan yang panjang bahasa Indonesia telah tumbuh dan berkembang begitu rupa, bahasa ini telah merayap kekata-kata bahasa Inggris dan bahasa Daerah.
Pengucapan yang tidak mempunyai pedoman dan pemakai kata-kata yang mengabaikan makna bisa diatasai dengan cara memperhitungkan kembali bahasa Melayu karena bahasa Indonsia itu berasal dari Bahasa Melayu, tentu yang layak dipertanyakan adalah orang melayu yang mereka menggunakan bahasa Ibu. Dalam sejarahnya kerajaan Riau-Lingga lah yang menjadi asal muasal bahasa Melayu dijadikan bahasa Indonesia. Didalam beberapa periode telah dibina sedemikian rupa dan menjadi bahasa yang bernilai standar dan oleh orang Belanda dialek Riau itu disebut dengan Bahasa Melayu tinggi.
Dialek Melayu yang ditulis oleh pengarang-pengarang Riau-Lingga membuat bahasa itu dipandang sebagai simbol penjajahan dan karena itulah bahasa ini dirasakan sebagai milik bangsa Indonesia, sehingga namanya  diubah menjadi bahasa Indonesia. Pengucapan bahasa Indonesia yang dibiarkan begitu saja menurut dialek pemakainya tidak menguntungkan. Keadaan itu pertama sekali selalu menapilkan warna vokal, hal ini tidak menunjang persatuan, sebaliknya apabila pemakai bahasa Indonesia tampil dengan mengucapakan yang tidak lagi membayangkan derah atau sukunya maka bahasa Indonesia dapat dirasakan sebagai milik bangsa.
Hal ini sama juga berlaku terhadap arti kata-kata. Arti kata-kaat bahasa Indonesia juga tertumpu kepada bahasa Melayu. Jika setiap masyarakat menggunakan arti bahasa sesuka hatinya maka bahasa ini akan kehilangan arah. Dalam hal ini hendaklah dihindarkan masuknya kata dari bahasa daerah yang sama namun berbeda artinya. Sepintas lalu memang memperkaya bahasa Indonesia tetapi juga akan merusak sistem bahasa Indonesia. Sudah seharusnya kita kembali kepada tradisi pembahasaan yang sederhana semua kata bahasa Melayu punya potensi dipakai dalam bahasa Indonesia karena sistem bahasa Indonesia berpijak kepada bahasa Melayu. Kata-kata daerah dapat dimasukkan untuk memperkaya bahasa Indonesia, jika kata-kata itu belum ada pada Bahasa Indonesia. Terhadap penerapan kata-kata asing dicarilah terlebih dahulu padananya didalam bahasa Melayu misalnya dengan memperhatikan naskah-naskah Melayu lama yang cukup besar jumlahnya.
  • Pengaruh dialek  Melayu Kepulauan terhadap penggunaan Bahasa Indonesia
Dialek Melayu kepulauan Riau merupakan dialek Melayu yang paling dominan dan cukup besar perannya dalam sejarah kebahasaan di Nusantara. Dialek ini pada mulanya bisa disebut dengan dialek Riau-Johor karena kerajaan Riau, Johor dan Lingga bersatu pada mulanya sebelum dibagi dua oleh Belanda dan Iinggris dengan perjanjian London tahun 1824. Dialek ini juga bisa disebut dengan dialek Riau-Lingga ( setelah perjanjian london). Dialek Melayu kepulauan Riau merupakan suatu dialek Melayu yang pernah terjaga dengan baik. Pembinaan dialek ini telah dilakukan dengan sungguh-sungguh oleh pengarang Riau yang dipelopori oleh Raja Ali Haji. Langkah-langkah pembinaan dialek ini berlangsung paling kurang sejak abad ke 19 terutama dengan munculnya karya Raja Ali Haji.
Raja Ali Haji yang lahir di Pulau Penyengat pusat kerajaan Riau-Langga dalam tahun 1808 menulis kitab tata bahasa Melayu yang bernama Bustanul Katabun. Dengan kitab ini dialek di Melayu mendapat beberapa kemanjuan. Pertama memperoleh pedoman penulisan dialek Melayu sehingga tradisi bahasa yang bersifat lisan mulai diimbangi dengan tulisan. Kedua, pemakaian tulisan Arab-Melayu menjadi bagian tradisi dialek Melayu dalam kerajaan Riau-Lingga.
Usaha Raja Ali Haji membina bahasa Melayu dalam kerajaan Riau-Lingga ternyata telah menimbulkan perhatian yang besar dari generasi penerusnya, setelah beliau lahirlah kaum cendikiawan yang membuat perkumpulan dengan nama Rusyidah klab. Dalam Rusyid klab ada dua orang penulis tatabahasa Melayu yaitu  Raja Ali Tengku Kelana dan Abu Muhammad Adnan. Para pengarang atau penulis semasa kerajaan Riau-Lingga di daerah kepulauan Riau sekarang ini sebagian besar bisa dikatakan ulama, mereka tidak hanya pandai berbasa Melayu tetapi juga fasih berbahasa bahasa Arab. Sementara itu, selain perkembangan dialek Melayu dalam kawasan kerajaan Riau-Lingga dapat lebih bermakna lagi, sebab pembinaan bahasa atau dialek  Melayu diikuti pula oleh berbagai karya tulis lainnya. Dari pihak kerajaan datang pula kemudahan dengan berdirinya percetekan. Ada tiga percetakan yang dibangun di Riau yaitu Rumah Cub Kerajan di Lingga kemudian Mathabatul Riauwiyahlalu Al Ahmadiyah Press.
Terpeliharanya dialek Melayu dalam kerajaan Riau-Lingga telah menyebabkan pemerintah kolonial Belanda memakai bahasa Melayu sebagai pengantar di Sekolah-sekolah bumiputera sejak tahun 187. Kemajuan yang dicapai oleh dialek Melayu Riau-Lingga menyebabkan bahasa itu terpilih sebagai pengantar bahasa di sekolah bumiputera. Posisi yang demikian penting diperolehnya menyebebkan pula dialek ini disebaut dengan Melayu Tinggi. Tentulah disamping kualitasnya yang terpelihara dengan baik tetapi juga menunjukkan bahasa ini menjadi bahasa pergaulan kalangan terdidik serta para pejabat pemerintahan. Dialek ini tidak sama dengan dialek yang dipakai oleh masyarakat Melayu lainnya yang hanya sebatas bahasa lisan. Dialek Melayu tinggi memperlihatkan kelebihan pengucapannya dari pada bahasa melayu ditempat lain sehingga pengucapan dialek itu akan cenderung lebih jelas, indah dan rapi.
Jalan yang diambil Belanda menjadikan dialek Melayu Riau menjadi bahasa pengantar pada sekolah rakyat, sekolah guru dan raja disamping sebagai bahasa Resmi telah membahayakan kedudukan bahasa belanda, meskipun hasil rancanagn politik bahasa kolonial yang dibuat oleh Prof. Nieuwenhuis cukup menguntungkan bagi pengguna bahasa Belanda di Indonesia namun apa yang tejadi tetap lain. Politik Belanda itu bagaimana caranya melestarikan Bahasa Belanda di Indonesia sehingga katanya tujuan politik “menolong bangasa Hindia, membatu masa depan dan menolong bangsa Belanda mempertahankan masa silam” maka siapa-siapa yang memakai bahasa belanda akan memperoleh berbagai kebahagiaan. Bagaimanapun juga keuntungan yang diperoleh bagi pengguna bahasa Belanda ternyata bangsa Indonesia hanya dapat merasa bersatu dengan memakai bahasa Melayu yang berpokokkan dialek Melayu Kepulauan.
Dipakai pula oleh bangsa Indonesia sebagai pemersatu bangsa untuk membntu solidaritas menuju bangsa yang mardeka. Dalam perkemabangannya menjadi bahasa Melayu tinggi lalu kemudian dikokohkan menjadi bahasa Indonesia hanya kecendrungan bunyi (e) pada posisi akhir kata seperti mane, siape,dan hambe dalam dialek melayu Riau-Lingga yang kemudian menjadi kokoh dengan bunyi (a) dalam bahasa Indonesia, sehingga kata-kata itu menjadi mana, siapa dan hamba. Perubahan itu sebenarnya mudah dipahami, terutama setelah kita perhatikan dari sudut bahasa tulis, karena bahasa Melayu di Riau mengguankan Arab-Melayu maka untuk bunyi vokal pada akhir kata tidak nampak jelas bedanya. Dengan demikian bunyi (e) dengan mudah dibaca (a) oleh orang yang tidak terbiasa dengan lidah Melayu. Dalam Arab-Melayu juga tidak di bedakan dengan tajam bunyi-bunyi vokal a,i,u,o,e keras dan e lemah dan juga dapat disesuaikan dengan dialek Melayu diberbagai tempat.
Struktur kalimat yang lazim dalam dialek Melayu tetap bertahan dalam bahasa Indonesia,selain itu hubungan orang Melayu kepulauan dengan orang Malaysia dan Singapura sekaligus menjaga bahasa dan budaya ini semua masih tertanam dalam aktivitas kebahasaan. Orang Melayu kepulauan sudah terbiasa mengikuti televisi dan radio yang dipancarakan oleh Malaysia dan Singapura sebab simbol-siombol mudah diterima oleh pemaki bahasa Melayu di Utara, tetapi oleh ragam kemajuan dan persentuhan antar bahasa Indonesia dengan bahasa Belanda, Inggris dan sebagainya maka wajar saja kalimat baru kemudian ada. Dengan demikian tidak ada sebenarnya perbedaan yang mendasar antara dialek Melayu Riau kepulauan dengan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia yang juga bahasa Melayu di Malaysia sebenarnya tetaplah bertumpu pada dialek Melayu di Riau-Lingga yang daerah pengruhnya pernah meliputi Johor. Malaka dan pahang sehingga jika kita ingin pengucapan yang standar (baku) maka pemakaian bahasa Melayu di kepulauan Riau adalah sebagai media.
Dalam bahasa tulis orang Melayu hampir dapat dikatakan memakai bahasa Melayu tinggi atau bahasa Indonesia meskipun sesama warga pada masa sebelum kemerdekaan orang Melayu di Riau biasanya semua memakai Arab-Melayu dalam surat menyurat atau mengarang.

Minggu, 26 Februari 2012

Setinta tentang TEATER dalam SENI ISLAM

Konsep TEATER  dalam seni islam


Segi spykologi ( Dr.Inna mutmainah Sp.I) : Teater akan menuntun anak mengeluarkan imajinasi serta emosionalnya  sehingga tidak akan pernah lagi kita dengar seorang anak yang terpendam dengan mimpi-mimpi mereka karna lewat teater anak mampu berbuat bahkan anak mampu  menutupi kekurangan yang ada dalam dirinya.
Segi intelegen otak ( Dr.yout savitri.MoT ) : Kita mengmbil contoh pantomim. seorang yang menjadi kupu-kupu, tangan Jemari yang bergerak akan membuat urat-urat syaraf tidak membengkak, gerakan-gerakan yang dilakukan akan dapat meningkatkan keseimbangan atau hormonisasi antara kontrol emosi dan logika yang akan sangat membantu kita dalam situasi  yang menjengkelkan.
  Gerakan dengan tangn dan kaki serta olah vokal yang dilakukan dapat memberikan rangsanga dan stimulus pada otak’ gerakan itu yang dapat meningkatkan kemampuan kognitif (kewaspadaan’kosentrasi,kecepatan, belajar,pemecahan masalah dan kreativitas) sehingga imajinasi otak menjadi terarah.
Segi Agama    ( Ustadz Debi Sag. ) : Sebelum islam menjadi peradaban yang besar sebenarnya teater sudah berkembang luas, disaat islam yang masih berjalan dengan umat yang sedikit nabi Ibrahim berteater. Nabi ibrahim seolah-olah mengangap ismail yang ingin di sembelih itu sebagai hewan qurban, begitu juga dengan nabi muhammad terhadap cucunya hasan dan husin yang beliau berperan sebagai kuda disaat hasan dan husen menaiki pundaknya karena beliau tidak ingin cucunya bersedih.
        Dan Allah swt. Juga sudah jelaskan dalam Al-Qur,an bahwa dunia ini hanya Panggung sandiwara belaka.

  Begitu besarnya peran teater dalam islam dan hidup kita saat ini ditambah lagi dengan dunia yang kita tak tau apangkal ujungnya, kita dituntut untuk mampu berperean jadi diri sendiri bahkan jadiapa yang ada didepan kita dalam arti lain kita dituntut untuk siap dalam hal apapun. Teater juga mengajarkan kita untuk bisa menghargai orang lain. Contoh disaat berperan menjadi pengemis kita akan dapat rasakan penderitaan mereka atau juga malunya mereka karna pada hakekatnya mereka juga memiliki hati dan perasaan juga keinginan seperti apa yang kita rasakan.