Kamis, 27 Maret 2014

Analisis Puisi



Antologi Mimpi
Sujud Arismana

Aku berilusi
Merasai setengah detik
Tafsiran warna
Rambut putihku

Menggenang sekelebat
Yang meneteskan
Kegemaranku menyentap
Arak-arakan matlamat
Ngilu sesepi nostalgia
Cahaya lelawa

Tali-tali yang terikat
Disela keldera hati
Menyuguhkan pekik kekuasaan
Terlumat setabah cibiranmu

Kau tak mampu
Menyihir gerak
Ruang waktu
Karena ruang percakapanku
Menggedup sekecup resa
Yang terhanyut

Bukankah antologi mimpi
Yang tercekau diawan
Menawar kekosongan belaka
Dan sulit diwujudkan dalam dunia nyataku
Pekanbaru, Mei 2012
Analisis majas pada puisi



a.      Aku berilusi
Merasai setengah detik
Tafsiran warna
Rambut putihku
Majas Koreksio: Adalah gaya bahasa yang mula-mula menegaskan sesuatu, tetapi kemudian memperbaikinya. Contoh : Silakan pulang saudara-saudara, eh maaf, silakan makan. Sangat tampak terlihat pada bait puisi tersebut bahwa awalnya pengarang menyatakan dia berilusi merasakan waktu lalu ia menegaskan ia memaknai rambutnya yang putih.

b.      Menggenang sekelebat
Yang meneteskan
Majas Asindeton : Adalah gaya bahasa yang menyebutkan secara berturut-turut tanpa menggunakan kata penghubung agar perhatian pembaca beralih pada hal yang disebutkan. Contoh : Dan kesesakan kesedihan, kesakitan, seribu derita detik-detik penghabisan orang melepaskan nyawa



c.       Kegemaranku menyentap
Arak-arakan matlamat
Ngilu sesepi nostalgia
Cahaya lelawa
Majas Sinestesia: yang berupa suatu ungkapan rasa dari suatu indra yang dicurahkan lewat ungkapan rasa indra lainnya. Kata ngilu itu merupa rasa indra dari tubuh manusia.

d.      Tali-tali yang terikat
Disela keldera hati
Menyuguhkan pekik kekuasaan
Terlumat setabah cibiranmu
Majas Oksimoron : adalah gaya bahasa yang mengandung pertentangan dengan mempergunakan kata-kata yang berlawanan dalam frasa yang sama. Contoh : Keramah-tamahan yang bengis.

e.       Kau tak mampu
Menyihir gerak
Ruang waktu
Karena ruang percakapanku
Menggedup sekecup resa
Yang terhanyut

Majas Kontradiksi interminus: Pernyataan yang bersifat menyangkal


f.        Bukankah antologi mimpi
Yang tercekau diawan
Menawar kekosongan belaka
Dan sulit diwujudkan dalam dunia nyataku


Majas Enumerasio : Adalah beberapa peristiwa yang membentuk satu kesatuan, dilukiskan satu persatu agar tiap peristiwa dalam keseluruhannya tanpak dengan jelas. Contoh : Laut tenang. Di atas permadani biru itu tanpak satu-satunya perahu nelayan meluncur perlahan-lahan. Angin berhempus sepoi-sepoi. Bulan bersinar dengan terangnya. Disana-sini bintang-bintang gemerlapan. Semuanya berpadu membentuk suatu lukisan yang haromonis. Itulah keindahan sejati

Wajah Ovalku



Aku seorang wanita yang bernama Zunnurul Laila. Aku memiliki bentuk wajah yang oval. 20 tahun berlalu dengan bentuk wajah yang oval ini aku tidak pernah mencelanya. Bagiku wajah oval ini adalah persembahan terindah yang Tuhan cipatakn untukku.
Wajah oval ini memiliki dua mata yang bola matanya berwarna coklat. Dua mata ini aku gunakan untuk membaca ayat-ayat cinta-Nya (al-Qu’an), emmbaca buku-buku dan melihat keindahan-keindahan cipataan Tuhan. Dua bola matku yang berwarna coklat seperti warna kesukaanku ini emmang sudah minus namun aku berusa mengobatinya sebagai bentuk syukurku kepada-Nya.
Di sisi dua mataku ada bulu mata yang tidak begitu lebat sebagai pelindung agar debu tidak masuk secara langsung kemataku. Bulu mata yang berwarna hitam ini sangat napak begitu kontras dengan dua bola mataku sehingga bola mataku tanpak begitu tajam. Selain itu diwajahku yang oval ada hidung yang sedikit mancung. Selain mata, alis mata dan hidung aku juga memilki bibir yang kecil dengan bibir bawahnya yang tebal.

Jenis-Jenis dan Makna Gaya Bahasa



Menurut Chaer (1994), makna dapat dibedakan berdasarkan beberapa kriteria dan sudut pandang. Berdasarkan jenis semantiknya, dapat dibedakan antara makna leksikal dan makna gramatikal, berdasarkan ada atau tidaknya referen pada sebuah kata atau leksem dapat dibedakan adanya makna referensial dan makna nonreferensial, berdasarkan ada tidaknya nilai rasa pada sebuah kata/leksem dapat dibedakan adanya makna denotatif dan makna konotatif, berdasarkan ketepatan maknanya dikenal makna kata dan makna istilah atau makna umum dan makna khusus. Lalu berdasarkan kriteri lain atau sudut pandang lain dapat disebutkan adanya makna-makna asosiatif, kolokatif, reflektif, idiomatik dan sebagainya.
1. Makna Leksikal dan Makna Gramatikal
Makna leksikal dapat diartikan sebagai makna yang bersifat leksikon, bersifat leksem, atau bersifat kata. Umpamanya kata tikus makna leksikalnya adalah sebangsa binatang pengerat yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit tifus. Makna ini tampak jelas dalam kalimat Tikus itu mati diterkam kucing, atau Panen kali ini gagal akibat serangan hama tikus.
gramatikal ini adalah makna yang hadir sebagai akibat adanya proses gramatika seperti proses afiksasi, proses reduplikasi, dan proses komposisi (Chaer, 1994). Proses afiksasi awalan ter- pada kata angkat dalam kalimat Batu seberat itu terangkat juga oleh adik, melahirkan makna ’dapat’, dan dalam kalimat Ketika balok itu ditarik, papan itu terangkat ke atas melahirkan makna gramatikal ’tidak sengaja’.
2. Makna Referensial dan Nonreferensial
Perbedaan makna referensial dan makna nonreferensial berdasarkan ada tidak adanya referen dari kata-kata itu. Bila kata-kata itu mempunyai referen, yaitu sesuatu di luar bahasa yang diacu oleh kata itu, maka kata tersebut disebut kata bermakna referensial. Kalau kata-kata itu tidak mempunyai referen, maka kata itu disebut kata bermakna nonreferensial. Kata meja termasuk kata yang bermakna referensial karena mempunyai referen, yaitu sejenis perabot rumah tangga yang disebut ’meja’. Sebaliknya kata karena tidak mempunyai referen, jadi kata karena termasuk kata yang bermakna nonreferensial.
3. Makna Denotatif dan Konotatif
Makna denotatif pada dasarnya sama dengan makna referensial sebab makna denotatif lazim diberi penjelasan sebagai makna yang sesuai dengan hasil observasi menurut penglihatan, penciuman, pendengaran, perasaan, atau pengalaman lainnya. Jadi, makna denotatif ini menyangkut informasi-informasi faktual objektif. Oleh karena itu, makna denotasi sering disebut sebagai ’makna sebenarnya’(Chaer, 1994). Umpama kata perempuan dan wanita kedua kata itu mempunyai dua makna yang sama, yaitu ’manusia dewasa bukan laki-laki’.
4. Makna Kata dan Makna Istilah
Setiap kata atau leksem memiliki makna, namun dalam penggunaannya makna kata itu baru menjadi jelas kalau kata itu sudah berada di dalam konteks kalimatnya atau konteks situasinya. Berbeda dengan kata, istilah mempunyai makna yang jelas, yang pasti, yang tidak meragukan, meskipun tanpa konteks kalimat. Oleh karena itu sering dikatakan bahwa istilah itu bebas konteks. Hanya perlu diingat bahwa sebuah istilah hanya digunakan pada bidang keilmuan atau kegiatan tertentu. Perbedaan antara makna kata dan istilah dapat dilihat dari contoh berikut
(1) Tangannya luka kena pecahan kaca.
(2) Lengannya luka kena pecahan kaca.
Kata tangan dan lengan pada kedua kalimat di atas adalah bersinonim atau bermakna sama. Namun dalam bidang kedokteran kedua kata itu memiliki makna yang berbeda. Tangan bermakna bagian dari pergelangan sampai ke jari tangan; sedangkan lengan adalah bagian dari pergelangan sampai ke pangkal bahu.
5. Makna Konseptual dan Makna Asosiatif
Leech (1976) membagi makna menjadi makna konseptual dan makna asosiatif. Yang dimaksud dengan makna konseptual adalah makna yang dimiliki oleh sebuah leksem terlepas dari konteks atau asosiasi apa pun. Kata kuda memiliki makna konseptual ’sejenis binatang berkaki empat yang biasa dikendarai’. Jadi makna konseptual sesungguhnya sama saja dengan makna leksikal, makna denotatif, dan makna referensial.
Makna asosiatif adalah makna yang dimiliki sebuah leksem atau kata berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan sesuatu yang berada di luar bahasa. Misalnya, kata melati berasosiasi dengan sesuatu yang suci atau kesucian.
B.   Makna dalam Gaya Bahasa
Gaya bahasa berdasarkan makna diukur dan langsung tidaknya makna, yaitu apakah acuan yang dipakai masih mempertahankan makna denotatifnya atau sudah ada penyimpangan. Bila acuan yang digunakan itu masih mempertahankan makna dasar, maka bahasa itu masih bersifat polos. Tetapi bila sudah ada perubahan makna, entah berupa makna konotatif atau sudah menyimpang jauh dan makna denotatifnya, maka acuan itu dianggap sudah memiliki gaya sebagai yang dimaksudkan di sini.
Secara leksikologis yang dimaksud gaya bahasa yaitu pemanfaatan atas kekayaan bahasa oleh seseorang dalam bertutur atau menulis, pemakaian ragam tertentu untuk memeroleh efek-efek tertentu, keseluruhan cirri bahasa sekelompok penulis sastra, cara khas dalam menyatakan pikiran dan perasaan dalam bentuk lisan dan tulisan. (Depdikbud 1993). Makna mempunyai hubungan timbal balik dengan lambang, yang berarti lambang mengandung makna, baik makna leksikal maupun gramatikal. Makna yang berhubungan dengan gaya bahasa, ada yang dapat dilihat dari segi kedekatan antar makna dan ada pula dari segi kesamaan antarmakna. Kesamaan antar makna berhubungan dengan metafora, dan kedekatan antarmakna berhubungan dengan metonomia. Badudu (1983:70) mengatakan bahwa gaya bahasa metafora adalah gaya bahasa yang memperbandingkan suatu benda dengan benda lain. Sedangkan Chaer (1984:9) mengatakan metafora dilihat dari segi digunakannya sesuatu untuk memperbandingkan yang lain dengan yang lain. Rumusan umum yang dikemukakan oleh Ogden dan Richard (1972:213) yakni etaphor in themost general sense, is the use of one reference to a group of things between which a given relation holds, for the purpose of facilitating the discrimination of an analogous relation in another group”.
Metafora dapat dibagi menjadi tiga
a.        metafora antropomorfis, metafora bintang dan metafora sinestik. Metafora antropomorfis yaitu metafor yang berhubungan dengan diri manusia, misalnya anggota tubuh, pengalaman-pengalaman membendingkan unsur-unsur badan dengan alam sekitar. Metafora yang berhubungan dengan yang biasanya digunakan pada manusia, tetapi maknanya dapat diterapkan pada benda lain. Dikaitkan dengan gaya bahasa maka disebut gaya bahasa personifikasi. Misalnya angin berbisik.
b.      Hal yang berhubungan dengan kesamaan makna, terlihat pada gaya bahasa tropen. Misalnya ia hanyut dibawa lamunan.
c.       Hal menyamakan makna seperti itu kadang-kadang untuk melembutkan maksud, apabila dihubungkan dengan gaya bahasa disebut eufemisme. Contohnya dipenjarakan. Hal menyamakan makna dapat juga kita lihat pada keadaan yang dilebih-lebihkan, apabila dihubungkan dengan gaya bahasa disebut gaya bahasa hiperbola. Contohnya menyemut orang di pasar.
d.      Makna digunakan untuk merendahkan diri apabila dihubungkan dengan gaya bahasa maka disebut gaya bahasa litotes. Misalnya datanglah ke pondok buruk kami. Makna yang diterapkan untuk menyindir.
e.        Dihubungkan dengan gaya bahasa disebut ironi.  Untuk sindiran halus, gaya bahasa sinisme untuk sindiran yang agak kasar, dan gaya bahasa sarkasme untuk sindiran yang kasar.