Semenjak Tuhan memberikan kesempatan untukku kembali menghirup indahnya dunia, setelah aku sempat dipasangkan nyawa baru. Ada sebuah
pertanyaan yang berlari-lari pikiranku untuk apa
Tuhan menciptakan rasa sakit?
jika aku tanya pada orang-orang, kepada yang paham agama pastilah mereka menjawab.
"Tuhan ciptakan rasa sakit, agar kita bisa mengobati orang sakit kelaknya".
itu jawaban yang masuk akal, namun bukan aku jika pertanyaanku hanya dijawab sesederhana itu. aku berfikir dan terus berfikir. aku teringat saat guru biologiku masa di Aliyah dulu memberikan pengajaran tentang reaksi otak terhadap ucapan. ya..ini menuntutku kembali membuka file-file yang telah ku simpan rapi di laptop lamaku.
Alhamdulillah, masih tersimpan. begini "rasa sakit
sebenarnya tidak lebih dari persepsi yang dibuat otak sebagai respon terhadap
jenis sentuhan dengan kekuatan tertentu"
Sederhananya bisa kukatakan bahwa rasa
sakit itu tidak ada. Rasa itu hanya diada-adakan saja oleh otak untuk suatu
tujuan tertentu. Tapi untuk tujuan seperti apa?
Tadi pagi, aku pergi bersama kakak sepupuku ke toko buku Zanafa (milik ust Mansyur). Sambil mencari buku, kakakku berkata kepada anak laki-laki pertamanya yang bernama Zulyan untuk menjaga adiknya yang kecil bernama Alin sampai ibunya kembali dari mencari Al-Qur'an. selain aku, Zulyan dan Alin di sana, ada Aaufal anak ke dua dari kakak sepupuku tersebut. karena berebut buku bacaan dengan Alin, Naufal dengan sengajanya mendorong adik perempuannya tersebut. si Zulyan yang merasa bertanggung jawab terhadap Alin setelah diamanahkan Uminya tersebut langsung bertanya.
“adek dorong dek Alin sampai jatuh ya?” tanya Zulyan dengan marah.
Naufal itu belum cukup besar untuk mengetahui bagaimana berbohong seperti koruptor atau menyangkal seperti orang yang salah. Dengan tenangnya dia malah menjawab, “Iya, Fal dorong dedek Alin.” Sepertinya dia belum mengerti kalau yang dibuatnya itu salah.
Kemudian Zulyan menjitak kepala adiknyanya Naufal tersebut.
“adek dorong dek Alin sampai jatuh ya?” tanya Zulyan dengan marah.
Naufal itu belum cukup besar untuk mengetahui bagaimana berbohong seperti koruptor atau menyangkal seperti orang yang salah. Dengan tenangnya dia malah menjawab, “Iya, Fal dorong dedek Alin.” Sepertinya dia belum mengerti kalau yang dibuatnya itu salah.
Kemudian Zulyan menjitak kepala adiknyanya Naufal tersebut.
Sederhana sekali kan? Seorang anak kecil yang mendorong anak kecil
lainnya dan ia dijitak. Namun begitu, dari cerita itulah tulisan ini dibuat.
Naufal pasti dia tak tahu kalau ia sedang berbuat salah. Itu tampak dari ekspresi
wajahnya saat Zulyan bertanya padanya. Sepertinya anak itu belum mengerti apa
itu konsep benar dan salah.
Kalau benar Naufal tadi tidak mengerti apa itu benar dan salah, maka jitakan Zulyan tadi
harusnya merupakan pelajaran pertama yang ia terima. Rasa pedas dan sakitnya jitakan itu pasti membuatnya berpikir. " rasanya sakit sekali.”
Berikutnya Naufal akan berpikir, “Kenapa aku dijitak sedemikian kerasnya? Itu membuatku
merasa sakit dan menderita. Pasti ada penjelasan rasional dibalik semua
penderitaan ini.”
Pikirannya
itu akan mengarahkannya untuk berpikir lagi, “Memangnya apa yang telah
kulakukan sehingga kak Zulyan yang jelas-jelas abangku sendiri merasa pantas untuk memberiku sedikit
penderitaan ini? Apa karena aku mendorong adikku hingga terjatuh.”
Monolog itu memang fiktif, aku bukan seorang ahli pembaca fikiran orang lain, walau aku telah belajar bahasa dan kejiwaan anak. tapi kira-kira seperti itulah proses yang terjadi
dalam otaknya secara psikologis. Monolog itu terjadi begitu cepatnya sehingga
ia pun tidak menyadarinya. Satu-satunya hal yang menjadi jelas baginya adalah,
sekarang dia menyadari apa yang dilakukannya itu salah.
Dalam hati
aku memberi tepuk tangan untuk Zulyan yang telah mengajarkan pelajaran yang
begitu penting. Walaupun aku tak yakin apa ia menyadari pelajaran apa yang
telah ia berikan pada kita semua.
pertanyaaku telah terjawab, Tuhan ciptakan rasa sakit untuk mengajari kita BENAR dan SALAH.
lalu tiba-tiba..aku teringat lagi,
Aku baru
ingat, pada saat semester 2 perkuliahanku di program studi pendidikan bahasa dan sastra Indonesia pada kajian Perkembangan Peserta Didik dan dilanjutkan pula pada semester 3 pada kajian belajar dan Pembelajaran dalam ilmu pedagogi (keguruan) ada yang disebut Reward and Punishment.
Ini adalah pelajaran paling mendasar yang digunakan dimana-mana dalam dunia pendidikan khususnya. Untuk yang
baik kita beri hadiah, untuk yang buruk kita beri hukuman. Konsep pengajaran
ini begitu sederhana sehingga metode ini bisa digunakan untuk mengajari hewan
(yang tidak punya akal) seperti pada penelitian yang dilakukan yaitu pada anjing dan tidkus dan anak-anak (yang akalnya belum berkembang)
Metode
pengajaran ini pun digunakan untuk manusia seluruhnya. Hanya saja Tuhan
memberinya nama yang agak berbeda. Pahala dan Dosa. Pahala bernilai positif
sementara Dosa bernilai negatif. Akumulasi dari jumlah pahala dan dosa ini
nantinya bisa ditukar (Redeem) dengan Taman Surga atau Jurang Neraka sebagai
tempat kembali.
Kalau
kupikir-pikir apa yang diciptakan Tuhan ini ada benarnya juga. Bagaimana lagi
cara mengajari anak tentang benar dan salah jika bukan dengan penderitaan dari
rasa sakit. Anak itu belum cukup dewasa untuk mengerti artinya tatapan mata
kemarahan atau kata-kata sindiran. Tidak ada cara lain selain memanfaatkan
potensi reseptor paccini (sensor rasa sakit) yang ditanamkan Tuhan ke bawah
kulit anak itu.
Aku yakin
tidak hanya itu hikmah dari penciptaan sensasi rasa sakit dalam kepala kita.
Maka aku mencari data lainnya dan menemukan sesuatu yang menarik. aku teringat 2 tahun yang lalu, aku pernah mendengar di televisi aku lupa acara apa, mungkin spotlite yang menyajikan vidio di suatu
tempat (aku lupa dimana) ada seorang anak yang terlahir tanpa reseptor rasa
sakit.artinya anak ini tidak akan pernah merasa sakit. tapi hal ini dalam dunia kesehatan adalah kabar buruk. artinya si anak akan tumbuh tapa rasa sakit. bayangkan ketika anak bermain dengan temannya dia akan memukul dan melakukan kekerasan pada temannya, karena dia sendiri tidak pernah paham dan bahkan tidak pernah merasakan rasa sakit itu.
akhirnya aku jadi mengerti bahwa rasa sakit tidak hanya diciptakan untuk
mengajari benar dan salah tapi juga untuk melindungi diri kita sendiri. Sensor
rasa sakit memberitahu kita bahwa jika bagian tubuh ini terus-menerus kena
tusukan, pukulan atau tekanan maka lama kelamaan organ tubuh bagian dalam juga
bisa rusak dibuatnya.
pertanyaanku lagi-lagi terjawab, Tubuh merasa perlu untuk menyiksa diri kita sendiri
dengan rasa sakit, karena jika tidak ada peringatan seperti
itu kita
tidak akan hati-hati menjaga organ dalam tubuh kita.
Setelah
mengetahui betapa teganya tubuh kita memberi kita rasa sakit demi
mencegah keburukan yang lebih besar, aku jadi tersadar.
Mengapa kita
menjadi begitu kejam dengan berdiam diri saat melihat teman kita menyakiti
dirinya sendiri? Ya, setiap hari teman kita menyakiti dirinya sendiri tapi
mereka tak sadar telah melakukannya. Apa kita tega membiarkan mereka terus
begitu hingga ia mati?
Mungkin sahabatku belum sadar apa yang kubicarakan. Aku sedang membicarakan teman-teman
kita yang hobi bermaksiat. Aku sedang membicarakan teman-teman kita yang telah
gelap hatinya untuk menyadari bahwa apa yang ia perbuat adalah sebuah
kesalahan. Aku sedang membicarakan mereka yang suka meninggalkan shalat, suka
membicarakan keburukan-keburukan orang, dan suka peluk-pelukan dengan pacarnya.
aku sedang membecirakan tentang sahabat-sahabat kita yang saat ini masih suka ngefly, suka minum dan bahkan ngoplos minuman keras dengan berbagai oplosannya. Bukankah mereka itu sejatinya sedang menyakiti diri (Jiwa dan Batin) mereka
sendiri?
Tidakkah sahabat
merasa perlu untuk menjadi alarm (pengingat) bagi mereka? Karena pembiaranmu
itu sama dengan membiarkan anak kecil yang tak punya rasa sakit tadi
membenturkan kepalanya ke dinding hingga otaknya pecah. Bukankah akal teman kita
itu akan mati jika kita terus membiarkannya menyakiti jiwanya sendiri (sementara
ia tidak mengetahui).
Kita harus menegurnya, terkadang mereka yang saat ini sedang dalam keterjerumusannya tidak menyadari apa itu salah dan benar. tegurlah. aku mohon, aku tidak akan bisa menegur sendiri, karena aku hanya punya satu mulut, makanya aku menulis ini, agar sahabat mampu membantuku. aku ingin membawa sahabatku berjalan disampingku, agar kita sama-sama pada satu tempat.
aku teringat masa kelamku ketika aku menulis ini, aku teringat masa terburuk hidupku, andai tiada satupun yang mengingatkanku, sudah pasti akan menjadi manusia yang mati dalam kemaksiatan. aku mohon dnegan segala hormat, Tegurlah sahabat kita. mereka membutuhkan kita.
mungkin sahabat akan berkata, tapi Ulul akukan belum cukup suci untuk mengingatkan mereka. aku katakan itu bagus. artinya kita bisa bersama-sama saling mengingatkan. aku juga tidak sesuci para wali Allah, namun kita tercipta sebagai khalifah. tolonglah.
Aku rasa
sudah jelas ya.
Akhirnya aku ucapkan terima kasih kepada sahabatku yang sudah membaca catatan ini. Jangan
lupa untuk diamalkan karena ilmu tidak ada apa-apanya kecuali ia disebar dan
diamalkan. Mulai sekarang jadilah teman yang tega! Karena Terkadang Rasa Sakit
Itu Perlu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar